Hakikat dan Kedudukan Wacana dalam Linguistik


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Berbicara tentang manusia tidak akan pernah habis dan selalu menarik, asumsi ini cukup rasional mengingat manusia sebagai ciptaan yang unik dan dalam bahasa agama sering diungkap sebagai ciptaan yang sempurna. Kesempurnaan itu bukan saja pada dimensi fisik dimana struktur tubuh dan anatomi manusia, secara psikis manusia diberi kelebihan ruh dengan akal sebagai pemberian untuk hidup dalam kehidupan manusia. Proses penciptaan manusia yang sempurna ini tentu sangat berbeda dengan penciptaaan lain, seperti halnya binatang.
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dengan sesama. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya berbagai bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkannya berbeda dengan bahasa lainnya. Bahasa adalah salah satu ciri utama yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk yang lain. Meskipun makhluk-makhluk lain seperti burung, lebah, lumba-lumba juga memiliki sistem komunikasi, tetapi sistem itu bersifat tetap dan ditentukan dari lahir (Nababan dalam Warsiman, 2014:31). Dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh.
Secara ringkas dan sederhana, teori wacana mencoba menjelaskan terjadinya sebuah peristiwa seperti: terbentuknya sebuah kalimat atau pernyataan. Dalam salah satu kamus bahasa Inggris terkemuka, mengenai wacana atau discourse ini. Kata discourse berasal dari bahasa asing discurcus lari kian kemari (yang diturunkan dari dis-’dari dalam arah yang berbeda’, dan curere artinya ‘lari’). Maka, sebuah kalimat bisa terungkap bukan hanya karena ada orang yang membentuknya dengan motivasi atau kepentingan sebjektif tertentu (rasional atau irasional). Kalimat yang dituturkan dalam wacana tidak dapat dimanipulasi dengan mudah oleh yang bersangkutan.
Aturan-aturan kebahasaan tidak dibentuk secara individual oleh penutur yang bagaimanapun pintarnya. Bahasa selalu menjadi milik bersama diruang publik. Meskipun demikian Bahasa memiliki kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi, karena bahasa itu bersifat dinamis. Namun, bahasa itu juga beragam yang berarti meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda (Chaer, 2010:14). Satu aspek yang juga  mulai disadari adalah hakikat pemakaian bahasa sebagai suatu gejala yang senantiasa berubah. Suatu pemakaian bahasa itu bukanlah cara pertuturan yang digunakan oleh semua orang, bagi semua situasi dalam bentuk yang sama, sebaliknya pemakaian bahasa itu berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor, baik faktor sosial, budaya, psikologis, maupun pragmatis.Dari pembahasan latar belakang diatas, maka pembahasan mengenai hakikat dan kedudukan wacana dalam linguistik menrupakan hal yang harus dipelajari dan tidak dapat dihindari.
B.     RUMUSAN MASALAH
Diawal bab sudah dibahas mengenai wacana secara umum, berdasarkan penjelasan dari pembahasan diatas adapun rumusan masalah yang didapati adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana hakikat dari suatu wacana yang ada di dalam linguistik ?
2.      Bagaimana kedudukan wacana dalam linguistik ?
C.    TUJUAN
Berdasarkan penjelasan latar belakang dan rumusan masalah, maka didapati tujuan dari materi yang akan dibahas dalam makalah ini. Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui, mempelajari, dan memahami hakikat dari suatu wacanaa dalam ruang lingkup linguistik
2.      Mempelajari dan memaahami kedudukan dari suatu wacana dalam ruang lingkup lingistik
D.    MANFAAT
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang sudah dipaparkan diatas, adpun maanfaat yang bisa diambil adalaah sebagai berikut :
1.      Memberikan wawsan baru dan mendalam mengenai hakikat dari suatu wacana yang terdapat dalam ruang lingkup linguistik
2.      Memberikan pemahaman baru dan mendalam mengenai kedudukan dari suatu wacana yang terdapat dalam ruang lingkup linguistik



BAB II
PEMBAHASAN

A.       Hakikat Wacana dalam Linguistik
Ismail Marahimin mengatakan wacana sebagai “kemampuan untuk maju (dalam pembahasaan) menurut urutan – urutan yang teratur dan semestinya”, dan “komunikasi sebuah  pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi atau teratur”(Marahamin dalam Sobur, 2012:10). Sebuah tulisan adalah sebuah wacana, tetapi apa yang dinamakan wacana itu tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis seperti yang diterangkan dalam kamus Webster; pidatopun dapat dikenal dengan wacana. Ini sejalan dengan Henry Guntur Tarigan yang menyatakan bahwa “istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan tetapi juga pembicaraan di depan umum, tulisan, serta upaya – upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.
Menurut Samsuri (Sudjiman dalam Sobur, 2012:10) mengatakan bahwa “Wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan.Pembahasan wacana pada segi lain adalah pembahasan pada bahasa dan tuturan yang harus ada didalam rangkaian kesatuan situasi penggunaan yang utuh.Firt berpendapat bahwa pembahasaan wacana pada dasarnya merupakan pembahasaan terhadap hubungan antara konteks – konteks yang terdapat dalam teks. Pembahasaan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran yang membentuk wacana.
Dalam pengertian yang lebih sederhana, wacana adalah cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada public sehingga menimbulkan pemahaman tertentu  yang tersebar luas (Lull dalam Sobur, 2012:11). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dirangkum bahwa, pengertian wacana itu sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.”.
Secara ringkas dan sederhana, teori wacana menjelaskan sebuah peristiwa yang terjadi seperti terbentuknya sebuah kalimat atau pernyataan (Heryanto dalam Sobur, 2012:13). Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar.
Perhatikan wacana singkat berikut!
Dhika dan Nita pergi ke toko buku. Dia ingin membeli kamus bahasa Jepang yang baru.
Wacana itu tidak kohesif, sebab kata ganti dia tidak jelas mengacu kepada siapa, kepada Dhika, kepada Nita, ataukah kepada keduanya. Kalau kepada keduanya tentu kata ganti yang harus dipakai juga bukan dia, melainkan mereka. Oleh karena itu dapat disimpulkan wacana tersebut tidak koherens.
B.        Kedudukan Wacana dalam Linguistik
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Chaer, 2012:267). Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyarata kewacanaan lainnya (Chaer, 2012:267). Dalam satuan kebahasaan atau hierarki kebahasaan, kedudukan wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi. Hal ini disebabkan karena wacana sebagai satuan gramatikal dan sekaligus objek kajian linguistik yang mengandung semua unsur kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk komunikasi. Kajian wacana akan selalu berkaitan dengan unsur-unsur kebahasaan yang dibawahnya, seperti fonem, morfem, kata, frasa, klausa, atau kalimat. Jadi dalam linguistik, satuan yang berada pada tingkatan terkecil adalah fonem. Dimana fonem membentuk morfem, lalu morfem akan membentuk kata, kemudian kata akan membentuk frasa, selanjutnya frasa akan membentuk klausa, sesudah itu klausa akan membentuk kalimat dan akhirnya kalimat akan membentuk wacana. Maka, karena itulah dapat dibuat bagan sebagai berikut (Chaer, 2012:274).
Wacana
Kalimat
Klausa
Frasa
Kata
Morfem
Fonem
Oleh sebab itu, kedudukan wacana dalam linguistikberada pada tingkatan yang tertinggi, Sebab, wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap yang didalamnya terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun.
C.  Contoh Wacana
Lawan Kanker dengan Buah Tomat

Banyak orang tidak menyukai buah yang satu ini, bahkan mereka selalu menyisakan buah tomat ketika menyantap nasi goreng atau pun gado – gado. Padahal, buah tomat mengandung zat yang mampu melawan sel kanker di dalam tubuh, yaitu zat likopen. Meskipun, zat ini banyak terkandung di dalam buah – buahan yang berwarna merah, tetapi persentase kandungan zat likopen yang terbesar ada di dalam buah tomat. 

Zat likopen adalah zat yang berfungsi sebagai zat antidioksida dan mampu menangkal radikal bebas, yaitu zat-zat beracun yang masuk ke dalam tubuh. Radikal bebas yang tidak terkontrol inilah yang akan memicu pertumbuhan sel kanker. Namun, dengan zat likopen, sel kanker akan terhalang untuk melekat pada sel – sela darah, sehingga sel kanker akan kehilangan sumber makanan dari darah yang digunakannya sebagai nutrisi untuk berkembang. Sel-sel kanker yang dapat ditekan oleh zat likopen ini adalah sel kanker epitel, seperti kanker colonprostat, dan kanker paru – paru. 

Untuk mengoptimalkan zat likopen, sebaiknya buah tomat dikonsumsi dengan diolah terlebih dahulu menjadi bahan makanan. Hal ini dikarenakan zat likopen akan teraktivasi dengan mudah bila bercampur dengan minyak goreng ketika proses pemasakan. Namun, jangan sampai terlalu over cook karena malah akan menyebabkan zat likopen hancur. 

Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk mengkonsumsi buah tomat, terutama bagi para perokok aktif yang tubuhnya banyak dimasuki oleh radikal bebas, sehingga mencegah sel kanker berkembang di dalam tubuh kita.    

Contoh Analisis Wacana

Dalam analisis sebuah wacana, ada tiga bagian yang akan dianalisis, yaitu bentuk wacana, isi wacana, keutuhan wacana, dan topikalisasi. Di bawah ini adalah contoh analisis wacana pada wacana di atas.
A. Bentuk Wacana

1. Naratif

            Wacana di atas adalah wacana naratif yang berfungsi untuk menceritakan sesuatu kepada para pembaca. Wacana ini memiliki bentuk yang lebih ringkas dan dicirikan dengan paragraf pembuka, isi dan penutup. Pada wacana di atas, diawali dengan kalimat pembuka yang menceritakan tentang buah tomat. Kemudian di lanjutkan dengan bagian isi yang menceritakan fungsi dan cara kerja zat likopen. Dan diakhiri dengan kalimat penutup pada paragraf akhir.
2. Jumlah Paragraf
 
Wacana di atas terdiri dari 4 paragraf yang masing – masing memiliki fungsi sebagai paragraf pembuka, isi, dan penutup. 
B. Isi Wacana
Isi wacana di atas berupa:

1. Memaparkan fungsi zat likopen di dalam tubuh 
2. Cara kerja zat likopen dalam menghentikan perkembangan sel kanker

C. Keutuhan Wacana

1. Kohesi

Kohesi adalah hubungan antar kalimat atau paragraf, yang menyebabkan kalimat atau paragraf tersebut menjadi padu, sehingga menjadi sebuah wacana yang utuh.

Wacana di atas menggunakan pola hubungan konjungsi, Contohnya adalah :

Hal ini dikarenakan zat likopen akan teraktivasi dengan mudah bila bercampur dengan minyak goreng ketik proses pemasakan. Namun, jangan sampai terlalu over cook karena malah akan menyebabkan zat likopen hancur.

Kata Namun, pada wacana tersebut berfungsi sebagai konjungsi yang menghubungkan antar kalimat, sehingga kalimat tersebut menjadi padu.

2. Koherensi

Koherensi dalam wacana terjadi karena adanya keterkaitan pada setiap kalimat secara semantis. Keterkaitan – keterkaitan tersebutlah yang menyebabkan kepaduan di dalam sebuah wacana.

Pada wacana di atas, ada beberapa pola koherensi, diantaranya adalah :

a. Pola sebab – akibat

Dengan zat likopen, sel kanker akan terhalang untuk melekat pada sel – sela darah, sehingga sel kanker akan kehilangan sumber makanan dari darah yang digunakannya sebagai nutrisi untuk berkembang.

b. Pola penambahan

Banyak orang tidak menyukai buah yang satu ini, bahkan mereka selalu menyisakan buah tomat ketika menyantap nasi goreng atau pun gado – gado.

c. Pola pertentangan

Banyak orang tidak menyukai buah yang satu ini, bahkan mereka selalu menyisakan buah tomat ketika menyantap nasi goreng atau pun gado – gado. Padahal, buah tomat ini mengandung zat yang mampu melawan sel kanker di dalam tubuh, yaitu zat likopen.

D. Topikalisasi

Topikalisasi adalah penandaan topik dalam sebuah wacana yang saling mendukung antar bagian dalam membentuk suatu gagasan utama. Dalam wacana ada dua jenis topikalisasi, yaitu:
1. Topikalisasi antar kalimat

Topikalisasi ini terjadi bila ada sebuah kalimat yang mengandung gagasan utama dan didukung oleh kalimat – kalimat lain.

Contoh :

Untuk mengoptimalkan zat likopen, sebaiknya buah tomat dionsumsi dengan diolah terlebih dahulu menjadi bahan makanan. Hal ini dikarenakan zat likopen akan teraktivasi dengan mudah bila bercampur dengan minyak goreng ketik proses pemasakan. Namun, jangan sampai terlalu over cook karena malah akan menyebakan zat likopen hancur.

2. Topikalisasi antar paragraf

Topikalisasi antar paragraf terjadi apabila, suatu gagasan utama terletak pada salah satu paragraf dan paragraf lain mendukungnya.

Contoh :

Pada wacana di atas, gagasan utamanya terletak di bagian paragraf pertama yaitu, buah tomat mengandung zat likopen yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Kemudian, didukung oleh paragraf, paragraf selanjutnya yang menjabarkan, fungsi zat likopen, cara kerja zat likopen, dan anjuran memakan buah tomat.







BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
Wacana merupakan suatu bahasa yang digunakan dalam kalimat atau ujaran yang terletak dalam media massa dan karya sastra. Wacana bisa ditemui diberbagai media massa dan karya sastra tersebut. Sebagi contohnya, dalam pembahasan makalah yang dibuat oleh penulis. Salah satu yang merupakan contoh dari wacana adalah bahan yang dimuat dalam media massa khususnya koran. Sedangkan, kedudukan wacana dalam linguistikberada pada tingkatan yang tertinggi, Sebab, wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap yang didalamnya terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun..

SARAN
Berdasarkan makalah mengenai Hakikat dan Kedudukan Wacana dalam Linguistik, maka perluadanyapembinaanperanserta masyarakat dalam mengembangkan, menumbuhkan dan meningkatkan semangat untuk berbahasa Indonesia dengan baik, melalui wacana yang terdapat dalam surat kabar. Bagipenulis pada khususnya agar lebih mengetahui dan lebih faham bagaimana hakikat dan kedudukan wacana dalam linguistik. Serta bagi pembaca pada umumnya, diharapkan makalah ini dapat dipergunakan sebagai penambah informasi dan pengetahuan dalam belajar dan pembelajaran mengenai hakikat dan kedudukan wacana dalam linguistik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Distilasi Alkena Karya Wira Nagara

Pengertian BOIGRAFI