Puisi Distilasi Alkena Karya Wira Nagara
Pada postingan kali ini, penulis ingin membagikan suatu puisi
meskipun mungkin sudah banyak yang tahu yaitu dari salah satu Stand Up Comedian
(Peserta SUCI 5 Kompas TV) yang tidak pernah melepaskan materi yang bernada
“cinta-cintaan” pada setiap penampilannya di panggung. Ya, tepat sekali! Ia
bernama Wira Nagara. Puisi yang ia tulis berjudul Distilasi Alkena. Mengapa
judulnya demikian? Dikutip dari laman jogja.tribunnews.com, ia mengungkapkan
bahwa semua perasaan bisa dianalogikan ke kimiawi, itulah yang melatarbelakangi
pemilihan judul Distilasi Alkena.
Dengan
membaca puisi ini kita dapat menemukan seberapa romantis sosok pria yang satu
ini. Bahasa yang digunakan dalam puisi ini sangatlah mudah dipahami dan juga
diksi yang beraneka ragam sangat mampu mebuat baik pembaca maupun pendengar
tergugah perasaannya.
Entah
ada angin apa, keadaan memaksa penulis sehingga sangat ingin membagikan puisi
yang satu ini. Ketika penulis mencoba mengutip kalimat per kalimat dari puisi
ini tetap memiliki makna yang menarik hati pembacanya. Untuk lebih jelasnya,
inilah puisi yang penulis maksud deari tadi,
Distilasi Alkena
Karya : Wira Nagara
Pernah
bahagia kita merekah indah tanpa sedikitpun gelisah
Saat
lantunan rindu adalah alasan setiap pertemuan
Saat
mencintaimu bukan hanya sekedar lamunan
Semurung
mendung sederas hujan
Mimpiku
memuai hebat pada ketiadaan
Aku tak
pernah menyesal akan keputusanmu memilihnya
Yang
aku sesalkan adalah tiada sedikitpun kesempatan
Bagiku
membuatmu bahagia
Kesalahanku,
menjadikanmu alasan segala rindu
Waktu
pun mengurai tetes hujan menjadi bulir-bulir kenangan
Ia
menelusup tanpa permisi membasahi nurani
merangkak
naik menyusun kata yang dibicarakan oleh pelupuk
Memaksa
mata bekerja mengeluarkan kalimat penuh derita
Degub
jantung menyatu detik, meyuarakan penyesalan yang runtuh menitik
Bukan
perih yang aku ratapi, tapi pengertian tak pernah kau beri
Sadarlah!
Aku
telah mencintaimu dengan terengah-engah
Mencibir
ogsigen dengan menjadikanmu satu-satunya udara yang aku izinkan
Mengisi
setiap rongga
Menghempas
darah dengan namamu yang mengalir membuat jantungku tetap berirama
Padamu
aku jatuh hati, bahkan sebelum Tuhan merencanakan adam dan hawa diturunkan ke
bumi
Kesalahanku,
tak pernah mencintai selain kamu
Tingkat
sepi yang paling mengerikan, adalah sepi dalam keramaian
Mengulik
rasa secara primitif dan tak mengenali dunia telah jauh mengalami perubahan
Bagaimana
mungkin, aku menjauh jika hanya padamu keakuanku luluh?
Bagaimana
mungkin, aku pergi jika bayanganmu masih saja menghiasi mimpi?
Bagaimana
mungkin, aku berpindah bila hanya padamu hatiku bisa singgah?
Bagaimana
mugkin?
Bagaimana
mungkin?
Kau
memilih orang lain?
Detik
yang berbaris hanya membuat pengharapan semakin miris
Kau tak
bergeming, kau tak pernah menjawab dengan alasan caraku mendambamu terlampau
bising
Otakku
terus meneriakan penyesalan sembari bertanya tentang kenapa
Pada
sikapmu yang terlalu membuat semesta menerka-nerka
Tangkupan
tanganku masih saja menggenggam harap untukmu
Namun
keegoisanmu membuatnya kosong laksana harapan semu
Kesalahanku,
Isi doaku tak pernah selain namamu
Cinta
tak selamanya tentang kepemilikan, tapi cinta adalah tentang keikhlasan
Segala
rela aku coba tumpahkan
Pada
rajutan tinta yang menulis namaku dalam undangan pernikahan
Paling
tidak, aku pernah merasakan perihnya ditolak tanpa penjelasan
Paling
tidak, aku pernah menyadari sakitnya mendamba tanpa balas peduli
Paling
tidak, aku akhirnya bisa melihat sosok terbaik yang akan mendampingimu
Memakaikan
cincin di jemarimu, mencium keningmu, dan bersanding bahagia berbagi senyuman
dengan mu
Terima
kasih atas segala rasa, pada hari itu aku pun turut mengucap bahagia
Mencoba
Ikhlas
Walau
air mata pasti mengucur deras
Kesalahanku, adalah tak pernah merasa bahwa untukku
kau tak pernah punya cinta.
Komentar
Posting Komentar